Perenialisme The Experience In Earth Baduy
21 Desember 2011 Nyaba Bumi Baduy |
Cerita Dulu.......
Kalau jalan-jalan, liburan, traveling atau
hangout pasti asiknya pergi ke
tempat-tempat atau daerah yang enak dan tentunya mudah untuk di kunjungi serta
fasilitas, objek wisata, jarak perjalanan/rute dan sesuatu yang disuguhkan
sangatlah membuat kita nyaman dan tetap pada dunia modern yang masih tersentuh.
Tapi apa kalian tidak pernah menyadari bahwa ada tempat atau daerah yang
ternyata menyimpan sebuah keindahan alam yang eksotis dan luar biasa dari
penciptaan Tuhan yang Maha Esa. Ya ada yang mempunyai banyak sejarah yang
tersimpan dari dalamnya, serta penuh dengan rahasia mistis yang konon ada di
dalamnya. Kalau begitu pasti seru dan membuat penasaran, tapi bisa saja malah
membuat orang jadi takut atau enggan untuk datang ke daerah tersebut. Daerah
yang saya ceritakan sedikit itu yaitu namanya “Baduy” terdapat di kecamatan
rangkasbitung, kabupaten lebak.
Wow sedikit prolog yang disampaikan, mungkin
harus disertai dengan pembuktian yang yata. Gak kebanyang deh bisa datang ke
tempat dengan penuh hal yang menarik, Ya kesempatan bisa datang dan langsung
merasakan kehidupan 2 hari 1 malam, membuat diri ini seperti baru menyadari
arti kehidupan yang begitu bermakna. Karena kenapa berbedaan yang paling menarik
yakni, orang Baduy yang jauh dengan hiruk pikuk kehidupan modern. Dan tak
terbanyang bisa bermalam tinggal di daerah yang jauh dari mana-mana, hanya ada
hutan, kebun, sawah, ladang, sungai dan pedesaan yang menyendiri dari kota. Tanpa
aliran listrik, dsn sinyal apapun yang menjadi tanda dari peradaban modern.
Orang Kanekes atau orang Baduy
adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten.
Sebutan “Baduy” merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada
kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang
agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan
masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena
adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah
tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau
“orang Kanekes” sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu
kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).
Tanda Peringatan/Pemberitahuan |
Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek
a–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan
Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari
sekolah. Orang Kanekes ‘dalam’ tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat
istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam
tuturan lisan saja.
Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes
mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara
yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi
Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan
keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik
(mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
Urang Kanekes |
Perbedaan pendapat tersebut membawa kepada dugaan bahwa
pada masa yang lalu, identitas dan kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang
mungkin adalah untuk melindungi komunitas Baduy sendiri dari serangan
musuh-musuh Pajajaran.
Pakaian Adat Suku Baduy |
Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai
Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang
pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan
Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau
ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes
(Garna, 1993). Isi terpenting dari ‘pikukuh’ (kepatuhan) Kanekes tersebut
adalah konsep “tanpa perubahan apapun”, atau perubahan sesedikit mungkin :
Lojor heunteu beunang dipotong,
pèndèk heunteu beunang disambung.
(Panjang tidak bisa/tidak boleh
dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)
Jembatan di Baduy ( Penghubung Baduy Luar ke Baduy Dalam ) |
Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang
tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes
itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan
panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair
keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen (Permana, 2003a).Bagi sebagian
kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang dianut
masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda
secara umum sebelum masuknya Islam.
Baduy Luar
Baduy Luar merupakan orang-orang yang telah keluar
dari adat dan wilayah Baduy Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan
dikeluarkanya warga Baduy Dalam ke Baduy Luar. Pada dasarnya, peraturan yang
ada di baduy luar dan baduy dalam itu hampir sama, tetapi baduy luar lebih
mengenal teknologi dibanding baduy dalam.
Rumah dan Lumbung ( terbuat dari bahan Alam) |
Penyebab
1. Mereka telah
melanggar adat masyarakat Baduy Dalam.
2. Berkeinginan
untuk keluar dari Baduy Dalam
3. Menikah
dengan anggota Baduy Luar
4. Proses Pembangunan Rumah penduduk Baduy Luar telah
menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya
dilarang oleh adat Baduy Dalam.
5. Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru
tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang
menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans.
Baduy Dalam
Baduy Dalam adalah bagian dari keseluruhan Suku Baduy.
Tidak seperti Baduy Luar, warga Baduy Dalam masih memegang teguh adat istiadat
nenek moyang mereka.
1. Tidak
diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi
2. Tidak
diperkenankan menggunakan alas kaki
3. Pintu rumah
harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Puun)
4. Larangan
menggunakan alat elektronik (teknologi)Menggunakan Kain berwarna hitam/putih
sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan
menggunakan pakaian modern.
Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang ini ketat mengikuti adat istiadat bukan merupakan masyarakat terasing, terpencil, ataupun masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia luar. Berdirinya Kesultanan Banten yang secara otomatis memasukkan Kanekes ke dalam wilayah kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran mereka. Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba ke Kesultanan Banten (Garna, 1993). Sampai sekarang, upacara seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke Gubernur Jawa Barat).
Anka-anak Urang Kanekes |
Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang ini ketat mengikuti adat-istiadat bukan merupakan masyarakat terasing, terpencil, ataupun masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia luar. Berdirinya Kesultanan banten yang memasukkan Kanekes ke dalam wilayahnya tidak lepas dari kesadaran mereka. Sebagai tanda kepatuhan (pengakuan) kepada penguasa Kesultanan Banten, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) ke Kesultanan Banten (Garna,1993).
Sampai sekarang, upacara seba tersebut terus dilangsungkan dalam kurun waktu satu tahun sekali kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke Gubernur Jawa Barat), melalui bupati kabupaten Lebak. Di bidang pertanian, penduduk Kanekes (khususnya Baduy Luar) kerap berinteraksi erat dengan masyarakat luar, misalnya dalam sewa-menyewa tanah, dan tenaga buruh.
Peningkatan penduduk di daerah
Kanekes juga ikut membawa arus perkembangan dalam pola kehidupan mereka.
Pertumbuhan penduduk Baduy yang relatif pesat (6-8% per tahun) telah
mengakibatkan perkembangan nilai kehidupan di Suku Baduy. Salah satunya
terlihat telah mengakibatkan tekanan pada sektor mata pencaharian dan
perekonomian yang tidak lagi dapat ditampung oleh sektor pertanian. Di samping
adanya kenyataan bahwa pertambahan jumlah kampung di Desa Kanekes tersebut juga
telah menunjukkan lahan garapan mereka semakin didesak oleh keperluan lahan
untuk penyediaan permukiman. Menenun kemudian menjadi salah satu bagian dari
sektor kerajinan yang diangkat guna memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.
Wisatawan |
Padasaat ini orang luar yang mengunjungi wilayah
Kanekes semakin meningkat sampai dengan ratusan orang per kali kunjungan,
biasanya merupakan remaja dari sekolah, mahasiswa, dan juga para pengunjung
dewasa lainnya. Mereka menerima para pengunjung tersebut, bahkan untuk menginap
satu malam, dengan ketentuan bahwa pengunjung menuruti adat-istiadat yang
berlaku di sana. Aturan adat tersebut antara lain tidak boleh berfoto di
wilayah Baduy Dalam, tidak menggunakan sabun atau odol di sungai. Namun
demikian, wilayah Kanekes tetap terlarang bagi orang asing (non-WNI). Beberapa
wartawan asing yang mencoba masuk sampai sekarang selalu ditolak masuk.
Urang Baduy Ka Kota |
Orang baduy adalah orang yang sangat menghargai Alam
raya, karena mereka sangat menjaga, memelihara, merawat dan mereka sadar
pentingnya mengelola sumber Alam yang melimpah ini, orang baduy sadar sekali
dengan segala keterbatasan dunia modern yang tidak bisa didekati, makanya
mereka harus bisa berbijak di Alam dengan mandiri serta dengan memenuhi
kebutuhan hidupnya mereka harus mengelola dan mengahasilkan sesuatu dari pemanfaatan
sumber Alam.
Panen Durian Hasil Panen Orang Baduy |
Seperti contoh dalam dunia pekerjaan/ aktivitas dalam
kebutuhan hidup dengan, bercocok tanam, yaitu padi, jagung, ubi-ubi,
buah-buahan dll.itu semua di kerjakan dengan ilmu/kebiaaan yang terlahir dari
nenek moyang dan Alam sekitar yang membuat orang baduy bisa bertahan hidup
serta mencukupi keluarganya. Itu dilakukan bukan oleh para laki-laki dewasa/bapak-bapaknya
saja, tapi anak-anak juga sudah diajarkan untuk hidup bersatu dengan Alam
baduy.
Sedangkan Para wanita mereka lebih suka berada di
rumah, atau para ibu biasanya saling bekerjasama untuk memasak atau menumbuk
padi. Atau pun melakukan aktivitas yang memang dilakukan oleh seorang wanita. Konon
wanita asli baduy itu sangat murni pembawaan dan penampilannya atau cantil asli
tanpa polesan make up. Makanya para gadis hampir berkulit putih asli. Serta wanita
belia biasanya dinikahkan dalam masa muda apabila sudah balig atau menginjak
masa pubersitas. Dengan memakai adat istiadatnya.
Wanita Baduy Menenun |
Orang baduy sangatlah kreatif atau mempunya
keterampilan yang baik dalam mengolah bahan dari Alam yang dijadikan sesutu
yang bernilai berharga serta mempunyai nilai material yang bisa menjadi
penghasilannya, seperti membuat kerajinan membuat kain tenun has urang baduy.
Kegiatan menenun dilakukan pada
waktu senggang di siang hari oleh wanita-wanita Baduy setelah mereka memasak,
membenahi rumah, mengurus anak, mencari kayu bakar, dan pergi ke ladang. Sehingga tidak ada waktu senggang yang mereka lewatkan, karena mereka gunakan
untuk bertenun.
Proses pembuatan kain tenun Baduy dibagi menjadi dua bagian, yaitu proses persiapan dan proses penenunan. Masyarakakat Baduy menenun dengan alat tenun yang oleh Urang Kanekes lebih dikenal dengan sebutan pakara atau raraga (seperangkat alat tenun). Sampai saat ini, kebanyakan para perajin tenun Baduy masih menggunakan alat tenun tradisional yang terbuat dari konstruksi kayu dan bambu yang kurang lebih berukuran 2 x 1.5 meter sebagai tempat merentangkan benang yang akan ditenun dalam proses penenunan seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Keterangan Gambar:
a) Caor/dodogong, sebilah
papan yang diletakkan horizontal, sebagai sandaran punggung penenun. Selain itu
berfungsi jug untuk menarik kain tenunan agar terbentang kencang.
b) Taropong,
sepotong bambu (tamiang), tempat memasukkan benang kanteh (pakan).
c) Tali caor, tali yang
mengikatkan bilah caor dengan kain yang ditenun di sebelah kiri dan
kanan penenun.
d) Suri/Sisir, alat
berbentuk sisir, untuk membereskan benang pakan dan benang lusi.
e) Hapit, bilahan
papan untuk menggulung kain hasil tenun.
f) Barera, sebilah
kayu alat bertenun untuk merapatkan benang pakan agar kain tenun menjadi rapat
g) Jingjingan,
bagian dari gedogan, tempat menambatkan lusi.
h) Limbuhan, sebilah
kayu yang memanjang seperti mistar berbentuk bulat untuk merenggangkan
kedudukan benang tenun
i) Kekedal, patitihan,
totojer, bilahan kayu tempat kaki penenun bertelekan
j) Rorogan, sebilah
kayu alat penahan berera, terletak sebelah kanan penenun.
k) Totogan, bilahan
papan/kayu sebagai alat penahan ketika proses bertenun.
l) Cangcangan,
bilahan papan/kayu, sebagai penguat alat bertenun
Panen Durian (Penghasilan) |
Menenun sebagai Kegiatan yang dilakukan Para Wanita Baduy |
Hasil Kain Tenun ( Kain Baduy ) |
Sektor ekonomi merupakan
perangsang bagi sektor lain. Pada awalnya, perekonomian masyarakat adat Baduy
lebih menggambarkan sistem yang tertutup, dalam arti aktivitas perekonomian
dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari dan
diproduksi serta dikosumsi di lingkungan mereka sendiri. Pada akhirnya, sektor
ekonomi lah yang merangsang perubahan di sana. Suku Baduy kini telah akrab
dengan sistem jual beli. Perubahan tersebut terjadi karena mereka dituntut
untuk memenuhi kebutuhan ”keseharian” mereka dengan cara seperti itu.
Banyaknya kebutuhan yang timbul
dan terjadinya perubahan karena perkembangan zaman mengakibatkan perkembangan
budaya tidak dapat dihindari oleh masyarakat adat Baduy Luar. Pola hidup yang
sebelumnya baku dan kaku, mulai tumbuh sikap keterbukaan terhadap pola-pola
hidup modern. Bahkan sebagian dinilai telah mengadopsi gaya-gaya hidup
masyarakat luar walaupun tidak secara draktis.
Pekerjaan |
photo di Gajebo Suku Baduy |
Ya dari pengalaman dan cerita
saya, serta dari bukti-bukti serta keterangan yang ada, bahwa orang Baduy atau Urang kanekes, lebih menjunjung tinggi
arti kehidupan karena mereka menyakini bahwa Alam lah yang mampu untuk
memberikan seasutu yang baik untuk mereka, dengan cara selalu menjaga, merawat,
memelihara dan mengolah Alam dengan baik, benar dan bijak menurut pandangan dan
pengetahuan mereka serta mereka menjunjung akan adat istiadat yang ada dari
nenek moyang mereka hal ini khusus bagi orang baduy dalam yang menjadi ke
aslian dari kehidupan modern. Tetapi warga baduy luar sudah memulai untuk
membuka diri akan kehidupan modern yang berkembang melalui orang-orang yang
berkunjung ke bumi baduy, walaupun mereka pun tetap menjaga kesakralan dan adat
istiadat yang tidak boleh pudar dan luntur dari kepercayaan hidup mereka. Seperti
menjalankan aktivitas jual beli dengan hasil dari kerajianannya
Kegiatan pemilu yang
dilaksanakan dengan demokrasi bagi masyarakat baduy luar yang sudah mulai
terbuka, tidak menutup diri.
Walaupun memang pendidikan yang
masih susah untuk diberikan pada orang baduy luar atau baduy dalam, karena
mereka belum disentuh dalam pentingnya dunia pendidikannya karena mereka belum menyadari saja. serta mereka berpandangan bahwa pendidikan itu bisa juga belajar dari Alam sekitar.
Hasil Kerajianan Masyarakat Baduy |
Referensi :
1. www.alambudaya.com
2. www.barrykusuma.com
3. http://www.wacananusantara.org/seni-tenun-baduy/
Tidak ada komentar :
Posting Komentar