Skeptisisme vs Orang
yang BerTuhan
Skeptisisme adalah paham yang memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan,
mencurigakan) contohnya; kesulitan itu telah banyak menimbulkan skeptis-isme
terhadap kesanggupan dalam menanggapi gejolak hubungan internasional. Menurut
kamus besar bahasa indonesia skeptis yaitu kurang percaya, ragu-ragu
(terhadap keberhasilan ajaran dsb): contohnya; penderitaan dan pengalaman
menjadikan orang bersifat sinis dan skeptis. Jadi secara umum skeptisisme
adalah ketidakpercayaan atau keraguan seseorang tentang sesuatu yang belum
tentu kebenarannya.
Dalam penggunaan sehari-hari
skeptis-isme bisa berarti:
- suatu sikap keraguan atau disposisi untuk keraguan baik secara umum atau menuju objek tertentu;
- doktrin yang benar ilmu pengetahuan atau terdapat di wilayah tertentu belum pasti; atau
- metode ditangguhkan pertimbangan, keraguan sistematis, atau kritik yang karakteristik skeptis (Merriam-Webster).
Dalam filsafat, skeptis-isme adalah
merujuk lebih bermakna khusus untuk suatu atau dari beberapa sudut pandang. Termasuk
sudut pandang tentang:
- sebuah pertanyaan,
- metode mendapatkan pengetahuan melalui keraguan sistematis dan terus menerus pengujian,
- kesembarangan, relativitas, atau subyektivitas dari nilai-nilai moral,
- keterbatasan pengetahuan,
- metode intelektual kehati-hatian dan pertimbangan yang ditangguhkan.
skeptisisme menurut agama
Dalam agama, mempertanyakan merujuk
kepada "keraguan tentang prinsip-prinsip dasar agama (seperti keabadian,
pemeliharaan, dan wahyu)." (Merriam–Webster) Pandangan yang mirip tetapi tak
sama dengan Ian G. Barbour, yaitu John F. Haught [1995], yang membagi
pendekatan sains dan agama, menjadi pendekatan konflik, pendekatan kontras,
pendekatan kontak, dan pendekatan konfirmasi.Untuk itu, secara singkat membahas
empat pemikiran Haught tentang hubungan sanis dan agama, sebagai berikut :
Pendekatan Konflik, suatu keyakinan bahwa pada dasarnya sains dan agama tidak
dapat dirujukan atau dipadukan. Artinya banyak pemikir [saintis] yang memandang
bahwa agama tidak akan pernah dapat didamaikan dengan sains.
Masing-masing berada pada posisi yang
berbeda, sains menguji semua hipotesis dan semua teorinya berdasarkan
pengalaman, sedangkan agama berdasarkan keyakinan. Kaum skeptis ilmiah sering
mengatakan agama dilandaskan pada asumsi-asumsi apriori atau “keyakinan”,
sedangkan sains tidak mau menerima begitu saja segala sesuatu sebagai benar.
Menurut kaum saintis, memandang agama terlalu bersandar pada imajinasi yang
liar,sedangkan sains bertumpuk pada fakta yang dapat diamati. Agama terlalu
emosional, penuh gairah dan subjektif, sedangkan sains berusaha untuk tidak
memihak, tidak terlalu bergairah, dan objektif.
Jadi, pertautan antara keduanya tidak
dengan mudah dapat dilakukan. Keduanya memiliki perbedaan mendasar sehingga
upaya menyandingkan keduanya dalam satu ”kotak” tentu akan memicu beberapa
persoalan, terutama terkait dengan benturan-benturan konseptual, metodologis
dan ontologis antara ”sains” dan ”agama”.
Secara tegas dapat dikatakan, bahwa
dalam sejarah, sikap ”ekspansionis” agama maupun ”sains” menolak pengaplingan
wilayah masing-masing. Keduanya sulit dipaksa berdiam dalam kotak-kotak
tertentu, tetapi ingin memperluas wilyah signifikansinya ke kotak-kotak lain.
Maka, ketika satu ”kotak” didiami oleh dua entitas ini, terbukalah peluang
terjadinya konflik antara keduanya.
Pendekatan kontras, suatu pernyataan
bahwa tidak adan pertentangan yang sungguh-sungguh, karena agama dan sains
memberi tanggapan terhadapmasalah yang sangat berbeda. Banyak ilmuwan dan
agamawan [teolog]tidak menemukan adanya pertentangan antara agama dan sains.
Menurut kubu kontras, ”agama” dan ”sains” sangatlah berbeda sehingga secara
logis tidak mungkin ada konflik di antara keduanya. Agama dan sains sama-sama
absah [valid] meskipun hanya dalam batas ruang penyelidikan mereka sendiri yang
sudah jelas. Kita tidak boleh menilai agama dengan tolok ukur sains, begitu
juga sebaliknya, oleh karena itu keduanya harus dipisahkan antara satu dan
lainnya. Jika agama dan sains sama-sama mencoba untuk mengerjakan pekerjaan
yang sama, tentu saja mereka akan bertentangan. Sains dan agama benar-benar
mempunyai tugas-tugas yang tidak sama dan tetap menjaga agar sains dan agama
berada dalam wilayah yurisdiksinya masing-masing. Jadi, agama dan sains tidak
perlu mencampuri urusan satu sama lain. Pendekatan Kontak, suatu pendekatan
yang mengupayakan dialog,interaksi, dan kemungkinan adanya ”penyesuaian” antara
sains dan agama,dan terutama mengupayakan cara-cara bagaimana sains ikut
mempengaruhi pemahaman religius dan teologis.
Cara untuk menghubungkan agama dengan
sains, sebab Haught, tidak rela membiarkan dunia ini terpilah-pilah menjadi dua
ranah [dikotomik]. Tetapi ia juga tidak setuju pada harmoni yang dangkal dalam
pendekatan peleburan. Maka menurutnya, pendekatan ini setuju bahwa sains dan
agama jelas berbeda secara logis dan linguistik, tetapi dalam dunia kenyata,
mereka tidak dapat dikotak-kotakan dengan mutlak, sebagaimana diandaikan oleh
kubu pendekatan kontras.
Kata mempertanyakan dapat menggambarkan
posisi pada sebuah klaim, namun di kalangan lain lebih sering menjelaskan yang
menetapkan kekekalan pikiran dan pendekatan untuk menerima atau menolak
informasi baru. Individu yang menyatakan memiliki pandangan mempertanyakan
sering disebut bersikap skeptis, akan tetapi sering terlupakan apakah sikap
secara filsafati mempertanyakan atau ketidakpercayaan secara empiris sebenarnya
malahan adalah pernyataan sebuah pengakuan.
Dewasa ini aliran di atas sudah sangat banyak terjadi dikalangan masyarakat Indonesia, bukan karena mereka tidak menyadari tapi karena hal itu terjadi dengan perlahan-lahan memasuki pikiran manusianya. Intinya ajaran agama islam ataupun setiap agama yang lain itu mengajarkan hal-hal yang baik dan positif. Kalau dilihat dari orang yang beraliran/paham skeptis tersebut ketidakpercayaan, ataupun penolakan yang ada pada hati dan pandangan mereka itu menjadikan diri mereka manusia yang ragu-ragu dalam mengambil sebuah keputusan, serta ketidakpercayaan terhadap Tuhan dan ajaran agama membuat mereka tidak menyakini tentang hal-hal yang bersumber dari Tuhan.
Padahal kalau memang ditinjau dari budaya yang ada di negara kita, seharusnya itu tidak terjadi. Sebab kiat memiliki ideologi yang merupakan patokan dan aturan yakni pancasila yang sila pertamanya yaitu '' ketuhanan yang maha Esa " yang sesuai dengan ketentuan UUD 1945 bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memilih agama sesuai kenyakinan masing-masing. Serta 6 Agama yang diakui secara resmi oleh Negara Republik Indonesia
Indonesia adalah negara republik yang menggunakan UUD 1945 sebagai dasar negaranya. Di Indonesia diakui 6 agama , yaitu:
Berikut ini adalah agama -agama yang banyak dianut oleh penduduk Indonesia:
1. Islam
2. Katholik
3. Protestan
4. Hindu
5. Budha
6. Konghuchu
Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama
pasal 1, “Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)”
Jadi manusia yang menyakini akan adanya Tuhan serta memegang teguh agamanya adalah manusia yang hidupnya akan menemukan akhir yang baik di sisi TuhanNya....serta yang punya agama juga masih sering melakukan hal yang kurang baik,,,apalagi yang tidak memiliki kepercayaan pada Tuhan!!!
Tentukan pilihan mu...??? life is choise....guys :)
By: Kristin Anisa |
Referensi:
2.http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/2172157-integrasi-antara-sains-dan-agama/#ixzz1TcTRe92t
Tidak ada komentar :
Posting Komentar