Tan Malaka
Nama Lengkap
: Tan Malaka
Profesi : -
Agama : Islam
Tempat Lahir
: Suliki,Sumatra Barat
Tanggal
Lahir : Rabu, 2 Juni 1897
Zodiac : Gemini
Warga Negara
: Indonesia
BIOGRAFI
Tan Malaka adalah sosok laki laki kelahiran Suliki,
Sumatra Barat pada tanggal 02 Juni 1897 dengan nama asli Ibrahim gelar Datuk
Tan Malaka. Anak dari pasangan Rasad Caniago dan Sinah Sinabur ini merupakan
tamatan Kweekschool Bukit Tinggi pada umur 16 tahun di tahun 1913, dan
dilanjutkan ke Rijks Kweekschool di Haarlem, Belanda. Setelah lulus dari Rijks
Kweekschool, Tan Malaka kembali ke Indonesia dan mengajar di sebuah perkebunan
di Deli, dari sinilah Tan Malaka menemukan ketimpangan sosial di lingkungan
sekitar dan muncullah sifat radikal Tan Malaka.
Tan Malaka merupakan sosok yang memiliki sifat sosialis dan politis. Pada tahun 1921 dia pergi ke Semarang untuk mulai menerjuni dunia politik. Kiprahnya dalam dunia politik sangat mengesankan. Hal ini didukung dengan pemikiran Tan Malaka yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Berbagai halangan dan rintangan yang dihadapi Tan
Malaka dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, mulai dari penangkapan dan
pembuangan di Kupang, pengusiran dari negara Indonesia, seringnya konflik
dengan Partai Komunis Indonesia hingga pernah diduga kuat sebagai dalang
dibalik penculikan Sutan Sjahrir pada bulan Juni 1946. Berbagai peran
pentingpun diraih Tan Malaka, diantaranya kepemimpinan dalam berbagai
organisasi dan partai. Sempat mendirikan partai PARI pada tahun 1927 dan Partai
Murba pada tahun 1948, hingga mendirikan sekolah serta mengajar di China pada
tahun 1936 dan sekolah tinggi Singapura. Ada hal yang sangat penting dalam
kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945,dimana peranan Tan Malaka dalam mendorong
para pemuda yang bekerja di bawah tanah masa pendudukan Jepang agar mencetuskan
"Revolusi" yang tepatnya pada tanggal 17 Agustus.
Tan Malaka terbunuh di Kediri Jawa Timur pada tanggal 19 Februari 1949. Sebagian besar hidupnya dalam pengusiran dan pembuangan di luar Indonesia. Pemerintah Indonesia menyatakan Tan Malaka sebagai pahlawan Nasional melalui Ketetapan Presiden RI no 53 tanggal 23 Maret 1963.
Tan Malaka terbunuh di Kediri Jawa Timur pada tanggal 19 Februari 1949. Sebagian besar hidupnya dalam pengusiran dan pembuangan di luar Indonesia. Pemerintah Indonesia menyatakan Tan Malaka sebagai pahlawan Nasional melalui Ketetapan Presiden RI no 53 tanggal 23 Maret 1963.
Riset dan analisa oleh Eko Setiawan
PENDIDIKAN
- Kweekschool Bukit Tinggi (1913)
- Rijks Kweekschool, Haarlem Belanda
KARIR
Guru dan Pemimpin Partai Komunis Indonesia
PENGHARGAAN
Pahlawan Nasional melalui Ketetapan Presiden RI No. 53
tanggal 23 Maret 1963
“Tan Malaka orang yang luar biasa dan
petualangannya sangat menarik, saya harus melintasi dua benua dan 11 negara
untuk mencari jejak sejarahnya, jejaknya ada dimana-mana.”(Harry A. Poeze,
lebih 20 tahun meneliti Tan Malaka.
Pada bulan Februari lalu, media massa
memberitakan adanya diskusi tentang pemikiran Tan Malaka (yang semula akan
menghadirkan Hary A. Poeze, PhD) yang dibubarkan ormas Islam di Surabaya.
Peristiwa ini justru membangkitkan rasa ingin tahu banyak orang. Siapa Tan
Malaka sebenarnya?
Mungkin banyak yang tidak tahu bahwa
Tan Malaka adalah tokoh yang sangat berjasa bagi Indonesia. Dialah pencetus
pertama berdirinya Republik Indonesia, sebagaimana ditulisnya dalam bukunya
yang berjudul ‘Naar de Republiek Indonesia’ (Menuju Republik Indonesia) pada
1925, beberapa tahun sebelum Bung Hatta dan Bung Karno menulis buku soal konsep
kemerdekaan Indonesia. Pemikirannya banyak dijadikan rujukan oleh Bung Karno
dan tokoh pergerakan lainnya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bung
Karno bahkan memberinya gelar sebagai ‘orang yang ahli dalam revolusi’,
sementara Moh Yamin dalam tulisannya di sebuah artikel koran menyebut Tan
Malaka sebagai ‘Bapak Republik Indonesia.’
Melalui buku ini, pembaca akan
diajak mengikuti perjalanan hidup Tan Malaka, yang ternyata memang sangat
menarik dan revolusioner, sekaligus tragis. Dia ternyata sosok pemikir yang
terjun langsung berusaha mendidik anak-anak di sekolah. Ya, Tan Malaka adalah
seorang guru, yang benar-benar berpeluh mengajar anak-anak di sekolah-sekolah
Syarikat Islam (SI), dengan gaji sangat minim, dengan ketersediaan biaya
operasional jauh dari cukup. Dengan ijazah guru lulusan Belanda yang dimilikinya,
Tan Malaka bisa (dan sudah) mengajar di sekolah milik Belanda dengan gaji
sangat tinggi. Namun kesempatan itu dia tinggalkan untuk mengajar di
sekolah SI di Semarang pada Juni 1921.
Pemerintah kolonial saat itu
mengizinkan dibukanya sekolah-sekolah SI karena mengira sekolah-sekolah itu
akan tutup dengan sendirinya karena tidak ada dana. Tan Malaka dkk pun
merencanakan membuat pasar amal untuk mencari dana, namun dilarang pemerintah.
Akhirnya, murid-murid ke kampung-kampung dengan dikawal orang dewasa, untuk
mencari sumbangan dari penduduk kampung. Bahkan Tan Malaka ikut terjun
langsung, mengawal murid-muridnya mencari sumbangan (hal 81). Dalam waktu
singkat, sekolah SI memiliki banyak murid dan mendapatkan undangan untuk
mendirikan cabang di berbagai kota. Cabang-cabang SI di berbagai kota lain pun
meraih simpati masyarakat dan banyak yang mengirimkan anak-anak mereka
bersekolah di SI. Bahkan cara mengajar TanMalaka pun sangat visioner: anak-anak
dibebaskan untuk belajar dan mengerjakan sesuatu, sedangkan guru membimbing dan
memberi nasehat.
Tan Malaka merumuskan tiga tujuan pendidikan di
sekolah SI (hal 80):
- Memberi cukup banyak jalan kepada murid untuk mendapatkan mata pencaharian di dunia yang kapitalisme (berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu, Jawa, dll)
- Memberi hak kepada murid untuk mengikuti kegemaran (hobi) mereka dengan membentuk perkumpulan
- Mengarahkan perhatian para murid pada kewajiban mereka yang akan datang kepada jutaan keluarga miskin.
Pemerintah
Belanda akhirnya khawatir melihat kemajuan pesat sekolah SI. Tan Malaka pun
dibuang ke Belanda pada Februari 1922, hanya delapan bulan setelah Tan Malaka
mulai mengajar di SI.
Selanjutnya di buku ini diceritakan bagaimana
perjuangan Tan Malaka untuk kemerdekaan Indonesia selama masa pembuangan,
dengan bahasa yang menarik dan mudah dicerna, sehingga terasa bak membaca
novel. Di akhir buku, dikisahkan episode tragis kehidupan Tan Malaka (dan
Indonesia), yaitu perpecahan di antara sesama tokoh pejuang kemerdekaan.
Tan Malaka menolak
ajakan untuk bergabung dengan pemerintah Sukarno-Hatta karena dia menentang
politik diplomasi yang merugikan Indonesia, dan karena kritik-kritiknya pada
pemerintah, dia bahkan dijebloskan ke penjara sebagai tahanan politik. Di sisi
lain, Tan Malaka juga menolak pemberontakan PKI melawan pemerintah dan bahkan
mendukung tindakan pemerintah membungkam pemberontakan itu. Dia menulis
(mengomentari pemberontakan PKI 1948):
“Tetapi karena aksi PKI Musso ditujukan kepada
pemerintah Republik yang ada sekarang, pertama sekali, urusan dan kewajiban
pemerintah inilah pula membela kekuasaannya. Tidak bisa dua kekuasaan
tertinggu ada dalam satu negara. Rakyat harus tahu mana pemerintah yang harus
diikutinya.” (hal 268)
Pada bulan November 1948, Tan Malaka
mengingatkan pemerintah akan terjadinya agresi militer Belanda akibat politik
diplomasi yang tak kunjung memuaskan kedua pihak (Indonesia-Belanda). Namun
pemerintah tak menghiraukan, dan terus berunding dengan Belanda. Benar saja,
Desember 1948, Belanda melancarkan agresi, Sukarno-Hatta ditangkap dan dibuang
ke Sumatera. Sukarno-Hatta memerintahkan Syafruddin Prawiranegara untuk
membentuk pemerintahan Darurat RI di Sumatera Barat.”
Sementara itu Jenderal Sudirman mengumumkan kondisi
darurat Perang dan memilih jalan tegas untuk melawan belanda melalui perang
gerilya. Tindakan Jenderal Sudirman ini sebenarnya sejalan dengan Tan Malaka,
yang sejak awal menolak segala bentuk perundingan dengan Belanda. Tan Malaka
aktif menyeru rakyat untuk berjuang angkat senjata melawan Belanda.
Ironisnya,
militer RI dan lawan-lawan politiknya justru menuduh Tan Malaka ingin
memberontak dari RI. Pada tanggal 21 Februari 1949, Tan Malaka ditangkap dan
ditembak mati oleh tentara Militer Divisi I Jawa Timur. Dia ditembak mati dalam
kondisi Indonesia sedang diagresi oleh Belanda dan pada saat dia sedang
memimpin rakyat angkat senjata untuk mengusir Belanda. Sungguh tragis.
(Fatma/LiputanIslam.com).
Selamat jalan pahlawan bangsa tanpa tanda jasa :’) ....kau
akan selalu terkenang walaupun masih banyak yang melupakan...sosok mu, jasa mu,
dan perjuangan mu ..tapi kau pahlawan besar negeri ini yang tidak boleh
dilupakan oleh sejarah bangsa Indonesia.
Referensi : https://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1948-DariIrSoekarno.htm
By: Kristin Anisa
Tidak ada komentar :
Posting Komentar