BENAR dan SALAH
Apa yang dimaksud kebenaran?
Pertanyaan seperti itu pernah saya tanyakan pada diri saya sendiri beberapa
tahun yang lalu dan saya tidak dapat dengan segera menjawabnya. Perlu kesadaran
untuk bisa mengetahui apa itu benar untuk mencari definisi yang cocok secara
umum.
Kesukaran dalam menjawabnya, pertama, karena yang benar tentunya
hanya satu tidak mungkin lebih dari satu. Kalau hanya pendapat atau dugaan atau
istilah ilmiahnya’ hipotesis’, bisa banyak, tetapi itu bukan kebenaran.
Kedua, bahwa kebenaran itu harus berbasis REALITA, sesuai Realita
atau dapat dibuktikan dalam realita.
Kalau ada pertentangan antara teori dan realita maka yang benar adalah realita, teorinya salah.
Setelah memikirkan lebih mendalam, membaca buku dan membandingkan dengan
berbagai pendapat akhirnya saya dapatkan arti kebenaran sbb.
1. konsisten artinya dalam situasi yang sama akan selalu berlaku (=valid), atau muncul secara otomatis realita yang sama. Pengumpulan barang bukti mengerucut pada hal yang sama, bukan menjauh atau bertentangan.
2. Repeatable artinya dalam kondisi yang sama maka kejadian itu bisa dibuat agar terjadi lagi.
Hal sebaliknya yaitu kalau tidak konsisten dan tidak repeatable maka teori atau phenomena yang diceritakan itu tidak benar alias salah.
Misalnya. Kalau A + B --*--- C maka siapapun yang melakukannya bila A dicampur B dengan adanya *(misalnya panas) maka akan terjadi C. Kalau phenomena ini selalu muncul maka proses ini benar. Tetapi kalau C tidak tejadi, maka rumus atau aturan itu tak benar.
Ada lagi cerita kalau suatu proses itu baru terjadi bila hanya dikerjakan oleh ’orang pintar’ (dukun) atau semacam itu, dan tidak terjadi kalau orangnya tidak ’pintar’ dll, maka phenomena itu artinya tidak konsisten, Artinya itu tidak benar atau palsu. Kebenaran juga harus universal, tidak milih orang , figur pelaku.
Penggunaan predikat orang pintar hanya topeng untuk menutupi kesalahan.
Apa kata Albert Einstein tentang kebenaran.
1. Tidak ada jumlah experiment yang bisa
membuktikan sesuatu itu benar (secara mutlak.)
2. Cukup satu experiment saja untuk mengatakan sesuatu itu salah
Dia katakan sehebat hebatnya suatu teori atau pernyataan, bila sampai terbukti sekali saja tidak memunculkan suatu kejadian yang sama, maka kita harus menyerah bahwa teori itu salah. Disamping itu, dia katakan kita tidak mungkin dapat melakukan modifikasi, atau mengubah teori itu sedikit sedikit, tetapi kita harus merombak seluruh elemen teori itu.
Ternyata, membuktikan kesalahan dari sesuatu teori (apalagi anggapan) yang sudah berjalan jauh sekalipun, menjadi amat sederhana daripada membuktikan kebenarannya. Cukup satu kenyataan yg tidak cocok, maka artinya dalil atau ajaran itu salah Dan cara ini valid.
Batasan sederhana dari Einstein si genius amat hebat ini sangat penting pengaruhnya untuk dipakai, bagaimana kita menjalani hidup ini.
Tetapi kenyataan dilapangan banyak sekali yang tidak mengerti atau bisa menggunakannya dalam banyak hal dalam aspek kehidupan.
Mereka tidak menyadari bahwa kita bisa memilah milah masalah yang benar dan yang salah dengan amat sederhana,yaitu cukup sekali saja mengalami munculnya phenomena yang tidak cocok , maka teori atau ajaran yang selama ini kita anut adalah salah.
Ketidak mampuan menggunakannya bukan monopoli orang yang tidak pernah belajar diperguruan tinggi saja , tetapi mereka yang bergelar akademik kerenpun, doktor, profesor banyak yang tak tahu memakainya.
Sesuatu yang Benar, dapat dikembangkan dalam ruang manfaat dan derajat kepentingannya. Pengembangan nya akan berpotensi benar.
Salah, yang dikembangkan dalam ruang manfaat dan
kepentingannya, akan menghasilkan sesuatu yang tambah salah, diteruskan
lagi akan mejadi salah besar, selanjutnya menjadi salah amat
besar yang amat sukar untuk dikoreksi.
Kalau hanya dilihat dari manfaat, uang yang didapat dari merampok, korupsi, masih bisa bermanfaat untuk beli susu anaknya, bayar sekolah dll, tetapi uang itu didapat dengan cara yang salah. Cara itu harus distop sejak dini.
Kalau kita mau melihat disekitar kita dengan jujur, mungkin kita akan banyak sekali menemukan apa yang kita semula kira benar, ternyata salah, hanya mengujinya dengan sangat sederhana seperti yang dikatakan Einstein.
Masalahnya timbul, untuk jujur pun kita kadang kadang tidak bisa, masih mau menutup nutupi, berbasa basi. Sehingga kesalahan tinggal kesalahan tanpa pernah diperbaiki.
Hanya yang benar yang bisa membuat kita maju, modern dan menang bersaing antar bangsa. Bukan yang salah!
Karena itu mengetahui yang salah tidak kalah pentingnya dengan mengetahui yang benar.
Janganlah kita menjadi bangsa yang mengelu-elukan kesalahan.
Sangat sedih bila tokoh tokoh masyarakat yang menjadi panutan umum
justru dia yang tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah, sehingga
keterpurukan akan melanda masyarakatnya bahkan bangsanya dan bukan hanya
dia sendiri.
Bentrok antar kelompok, antar suku terjadi karena katanya mereka rebutan kebenaran, Yang satu bilang dia yang benar dan yang lain bilang dia yang benar. Sebenarnya mereka bukan rebutan kebenaran tetapi rebutan kesalahan !! Memperebutkan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan kebenaran. Karena benar hanya satu. Kalau masih ada beberapa versi kebenaran maka itu menunjukkan belum benar. Justru kebenaran akan mempersatukan orang. Salah tetapi ngotot memaksa orang lain untuk mengatakan benar, itu yang sering jadi pokok masalah.
Benar, tidaklah dibuktikan dengan golok, ancaman penjara atau ancaman pembunuhan. Benar tempatnya di forum debat untuk menunjukkan bukti kalau itu konsisten dan repeatable.
Benar itu letaknya dipengertian bukan dirumah penjara atau dimedan
perang.
Hidup kita banyak dipengaruhi kebijakan politik. Apakah kita boleh impor atau boleh expor, boleh asing investasi atau tidak semua mempengaruhi kehidupan kita, Lalu apakah berpolitik juga harus benar ? apa rakyat cukup ditipu disana sini dengan rekayasa fakta ?
Setiap orang tentu akan mudah menjawabnya. Kalau belum bisa menjawabnya ajak teman berdiskusi tentang perlunya benar dalam berpolitik.
Setiap orang pada dasarnya tahu salah dan benar. Setiap orang tahu, benar harus diikuti, salah harus dijauhi atau jangan dilakukan. Setiap orang, bila benar akan berani, bila salah akan takut. Kesadaran tentang salah-benar dalam diri, bila dihayati dan dipegang teguh sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk mengatur dan membereskan kehidupan ini. Seperti rizki, salah dan benar tidak akan tertukar dalam kehidupan. Tapi, mengapa banyak orang yang takut padahal dia benar, dan banyak orang berani bahkan ngotot padahal dia salah? Apakah yang satu penakut, dan yang lain nekad? Bukan.
Persoalannya, bukan penakut padahal benar atau penekad padahal salah, tapi tidak menyadari posisi dirinya benar atau salah. Persoalannya adalah kesadaran. Ketika orang yang benar tapi takut benar-benar disadarkan bahwa ia benar, ia akan berubah seketika menjadi pemberani. Sebaliknya, orang yang salah, bila benar-benar disadarkan tentang kesalahannya, ia akan takut, hilang keberaniannya dan menyesali diri. Disini diperlukan orang ketiga yang bisa menyadarkan siapa saja bahwa ia benar atau salah. Orang ketiga ini bisa siapa saja, syaratnya hanya satu: memiliki kesadaran kebenaran yang lebih tinggi di atas orang kebanyakan. Dia ini semacam hakim atau pemutus, tapi tidak ada kaitannya dengan posisi dan jabatan apapun.
Syaratnya, hanya kesadarannya lebih tinggi. Orang seperti itulah yang sangat kita perlukan saat ini, siapapun, dimanapun dan kapanpun. Dalam agama mereka adalah para nabi. Dalam kehidupan biasa adalah siapa saja yang hidupnya lurus, hatinya bersih, berfikirnya tajam dan jernih, penasehat yang tanpa pamrih. Ali Syari’ati menyebut mereka sebagai rausyan fikr (orang-orang yang tercerahkan).
Adakah orang-orang seperti di sekitar kita? Bila ada, ia harus didekati, dijaga, dipelihara dan diminta nasehat-nasehatnya. Bila perlu dijamin hidupnya. Orang seperti ini adalah para nabi yang tidak formal, utusan Tuhan yang tersembunyi. Apakah kita harus selalu tergantung pada orang-orang istimewa seperti itu? Tidak perlu. Tapi kita harus mau melakukan satu hal: membereskan diri kita masing-masing agar hidup benar, berkata benar, melangkah benar, berniat benar, bertujuan benar dan seterusnya dalam hal apapun. Jangan dibuka peluang dalam diri kita melakukan kesalahan apapun. Bila itu kita coba lakukan, kekuatan kebenaran itu akan muncul dalam diri, akan menguat dan kita lah yang akan menjadi obor-obor kebenaran.
Kekuatan kebenaran kita akan menjadi radio aktif bagi orang lain. Semakin banyak obor semakin terang dunia ini, semakin lenyap kegelapan, semakin beres kehidupan! Bila masing-masing diri sudah menemukan hakikat kebenaran, kita tak akan pernah lagi menyalahkan orang! Karena dalam dirilah sumber semua masalah. Wallahu ‘alam
Referensi : http://www.djohansjahmarzoeki-rationalthinking.com/index.php?option=com_content&task=view&id=47&Itemid=47